https://youtu.be/DnJJ5O7jYSg

Dr. H. Wido Supraha
Dr. H. Wido Supraha (Sekretaris Departemen Dakwah PUI Pusat)
Manusia (al-insān) dilahirkan dalam kondisi memiliki fitrah (natural state of being), dan fitrah manusia adalah bertauhid. Setiap manusia di muka bumi ini memiliki fitrah untuk takut kepada sesuatu yang dianggap lebih memiliki kuasa pada dirinya, sehingga mereka melakukan bentuk-bentuk peribadatan dan penyembahan kepada apa yang menjadi anggapan mereka, dan karenanya terbentuk keteraturan dalam rutinitas kehidupan mereka. Sebagai contoh, banyak manusia menghadirkan bentuk-bentuk, atau sosok-sosok yang mereka ciptakan atas naluri yang mereka kembangkan sendiri, seperti dewa-dewi, ratu penguasa laut, berhala, mistis, hantu, dan sejenisnya.
Islam adalah agama yang sejalan dengan fitrah manusia. Islam memperkenalkan fitrah sebenarnya kepada manusia yang belum mengetahuinya, menguatkan fitrah manusia yang telah dikenalnya, hingga mendorong pengembangan untuk penguatan fitrah yang telah difahaminya. Islam kemudian menjadi lebih mudah diterima oleh banyak manusia secara ilmiah dikarenakan sejalan dengan fitrah mereka.
Seorang Rasul adalah sosok manusia yang dipilih Allah ﷻ untuk menjadi ‘teladan hidup’, raw model, bagi manusia. Hadirnya Rasul tidak saja membawa manusia kepada fitrah sejatinya agar tidak salah arah, juga menjadi bukti nyata, bahwa setiap manusia pasti bisa mengulangi apa-apa yang pernah dicapai oleh Rasul sebagai sesama manusia. Demikianlah rahasia mendasar mengapa Rasul dipilih dari kalangan manusia, agar setiap manusia dapat meneladaninya dalam berbagai perspektifnya.
Keberadaan Rasul kemudian menjadi penting agar manusia dapat mengenal secara benar akan siapa Tuhan yang layak disembah (wujud al-Khāliq), bagaimana cara menyembahnya (‘ibādah al-Khāliq), dan bagaimana tata aturan kehidupan yang sebenarnya dianggap baik oleh Tuhan (al-hayāh al-munazhzhamah). Disinilah petunjuk Rasul (hidāyah ar-Rasūl) menjadi sesuatu yang sangat penting  dalam mengenal Dzat Pencipta (ma’rifat al-Khāliq), dan apa pedoman kehidupan (minhāj al-hayah) yang layak dijadikan pegangan dalam kehidupan, sehingga seluruh amal perbuatan manusia di atas dunia dicatat bukan saja bernilai ibadah, namun ibadah yang benar (al-‘ibādah ash-shahīhah) dalam pandangan Pencipta.
Orang-orang kafir, keturunan dari orang-orang shalih pengikut Millah Ibrahim a.s., sejatinya mengetahui bahwa yang menciptakan dan memiliki langit dan bumi beserta seluruh lapisannya, ‘Arsy-nya yang luas, dan yang menguasai segala sesuatu adalah Allah ﷻ. Namun persoalannya, mereka tidak bertauhid kepada Allah, dan sehingga tidak melakukan bentuk penyembahan yang diridhai Allah ﷻ. Di dalam Surat Al-Mukminun [23] ayat 83-90, Allah ﷻ berfirman:
لَقَدۡ وُعِدۡنَا نَحۡنُ وَءَابَآؤُنَا هَٰذَا مِن قَبۡلُ إِنۡ هَٰذَآ إِلَّآ أَسَٰطِيرُ ٱلۡأَوَّلِينَ قُل لِّمَنِ ٱلۡأَرۡضُ وَمَن فِيهَآ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ قُلۡ مَن رَّبُّ ٱلسَّمَٰوَٰتِ ٱلسَّبۡعِ وَرَبُّ ٱلۡعَرۡشِ ٱلۡعَظِيمِ سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ أَفَلَا تَتَّقُونَ قُلۡ مَنۢ بِيَدِهِۦ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيۡهِ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ سَيَقُولُونَ لِلَّهِۚ قُلۡ فَأَنَّىٰ تُسۡحَرُونَ بَلۡ أَتَيۡنَٰهُم بِٱلۡحَقِّ وَإِنَّهُمۡ لَكَٰذِبُونَ 
  1. Sesungguhnya kami dan bapak-bapak kami telah diberi ancaman (dengan) ini dahulu, ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu kala!”.
  2. Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?”
  3. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak ingat?”
  4. Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?”
  5. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “Maka apakah kamu tidak bertakwa?”
  6. Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?”
  7. Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah”. Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?”
  8. Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka, dan sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.
Oleh karenanya, siapapun Rasul yang pernah diutus oleh Allah ﷻ selalu membawa misi dan kandungan dakwah yang sama yakni mengawali dengan pelajaran tauhid atau ma’rifat kepada Allah, sebagai Q.S. Al-Anbiya [21[ ayat 25:
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ 
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”.
Di dalam Al-Qur’ān, Allah ﷻ hanya menyebutkan 25 Nabi dan Rasul, namun sejatinya jumlah keseluruhannya jauh lebih banyak daripada 25, sebagaimana juga apa yang pernah disampaikan oleh Rasulullāh Muhammad ﷺ dalam Hadits Riwayat Ahmad No. 22.288, bahwa terdapat 124.000 Nabi sepanjang sejarah ini dengan 315 orang di antaranya adalah seorang Rasul:
مِائَةُ أَلْفٍ وَأَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ أَلْفًا الرُّسُلُ مِنْ ذَلِكَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا
“Jumlah para nabi 124.000 orang, 315 diantara mereka adalah rasul. Banyak sekali.”
Seorang Rasul, selain mengajarkan tauhid juga mengajarkan kepada manusia, bahwa salah satu tujuan diciptakannya manusia di muka bumi adalah beribadah kepada-Nya. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 21:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ 
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.
Maka Nabi Ibrahim a.s. pun pernah berdo’a agar bentuk ibadah yang diridhai-Nya itu dapat dijelaskan tata caranya, sekaligus tempat-tempat ibadah yang terbaik. Semuanya karena berharap keridhaan-Nya semata. Do’a beliau tertulis dalam Q.S. Al-Baqarah [2] ayat 128:
رَبَّنَا وَٱجۡعَلۡنَا مُسۡلِمَيۡنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةٗ مُّسۡلِمَةٗ لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبۡ عَلَيۡنَآۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ 
Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) diantara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Mengejar cinta dan ampunan Allah justru dipersyaratkan paling pertama dengan mengikuti sosok seorang Rasul, dan meninggalkan hawa nafsu. Apapun yang kemudian dianggap mereka baik, belum tentu baik dalam pandangan Allah. Tidak ada kebaikan dengan meninggalkan Rasul. Allah berfirman dalam Q.S. Ali ‘Imrān [3] ayat 31:
قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ 
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Maka manusia diminta untuk selalu menguatkan kecintaannya kepada Allah diawali dengan terbiasa mengingatnya dalam kondisi apapun. Tidak ada satu pun yang dialami manusia di muka bumi kecuali ada nilai kebaikan yang banyak. Tidak ada pelajaran ‘mengosongkan pikiran’ di dalam Islam, sehingga umat ini harus sentiasa berada dalam kesibukannya, khususnya kesibukan dalam menghadirkan sentiasa Allah dalam setiap waktu kehidupannya, sebagai Q.S. Ali ‘Imrān [3] ayat 191:
ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ 
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Dengan demikianlah, inilah rahasia mengapa manusia butuh sosok Rasul, sosok yang ia tidak akan pernah kecewa saat mengikutinya, sehingga ia pun tertarik menghadirkan target dalam kehidupannya yang akan melahirkan program kerja turunan, atau kesibukan-kesibukan yang teratur dalam meraih target yang telah ditetapkan. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Ahzāb [33] ayat 21:
لَّقَدۡ كَانَ لَكُمۡ فِي رَسُولِ ٱللَّهِ أُسۡوَةٌ حَسَنَةٞ لِّمَن كَانَ يَرۡجُواْ ٱللَّهَ وَٱلۡيَوۡمَ ٱلۡأٓخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرٗا 
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.
Wallāhu a’lam bi ash-shawāb. (zoom)

Written by puijabar

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *