H. Eka Hardiana
EMBUN PAGI


Oleh: H. Eka Hardiana

Bahaya Akibat Dosa dan Kemaksiatan

“Apabila aku berbuat dosa maka aku mengetahui akibatnya dari tingkah laku keledai dan pembantuku.” — Fudhail bin Iyadh [Hilyatul Auliya’: 8/109]


“Guruku,” kata Ibnul Jala’, “melihatku ketika aku sedang mengamati seseorang yang tidak berjenggot (mirip perempuan), kata beliau: ‘apa ini? Sungguh, engkau akan menanggung akibatnya.’ Maka aku lupa hafalan Quranku setelah 40 tahun.”

[Shaidul Khatir, Ibnul Jauzi, hal 26]


Para salafus saleh menyebutkan hal tersebut kepada kita untuk mengingatkan bahaya akibat dosa dan maksiat.


Berapa banyak kenikmatan yang dicabut dari kita karena dosa, tapi kita tidak menyadarinya.


Penyebabnya adalah hati kita lalai sehingga tidak merasakan hukuman yang ada.


“Ketahuilah bahwa musibah yang paling besar adalah tertipu dengan keselamatan setelah mengerjakan dosa, karena hukumannya datangnya belakangan. Sedang hukuman yang paling besar adalah kalau orang tidak merasa tertipu sehingga ketika agamanya hilang, hatinya buta atau buruk dalam menentukan pilihan dirinya, namun dia mendapati badannya sehat dan segala tujuannya tercapai.”

[Shaidul Khatir. Ibnul Jauzi, hal 194]


Berangkat dari sini, seorang tabi’in besar, Abu Hazim mengingatkan kita.


Kata beliau, “Apabila engkau melihat Allah Azza wa Jalla terus menerus memberikan nikmat-Nya kepadamu sementara engkau bermaksiat kepada-Nya maka waspadalah!”

[Shifatus Shafwah: 2/505]


Para Tabi’in mendidik para pengikut dan muridnya agar selalu waspada terhadap akibat dosa.


Al-A’masy berkata, “Ketika kami berada di samping Mujahid, beliau berkata, ‘Hati manusia seperti begini’, lalu beliau menghamparkan telapak tangannya.


‘Apabila seseorang berbuat dosa maka akan seperti ini’, beliau melipat satu jarinya, ‘kemudian apabila berbuat dosa lagi’, beliau melipat jari kedua, ‘kemudian apabila berbuat dosa lagi’, beliau melipat jari ketiga, ‘kemudian apabila berbuat dosa lagi’, beliau melipat jari yang keempat. Kemudian beliau menggenggam ibu jarinya bersama jari-jari yang lain tatkala seseorang berbuat dosa yang kelima, dan berkata, ‘Kemudian ditutuplah hatinya’.”

[Shifatus Shafwah: 2/540


(Bersambung)


Sumber:

Kitab Lamhah Tarbawiyah min Hayah At-Tabi’in, Asyraf Hasan Thabal (Edisi Indonesia, Tarbiyah Ruhiyah Ala Tabi’in)


Pamoyanan, 3 Sya’ban 1441 H/28 Maret 2020 M. (Zoom)

Written by puijabar

Leave a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *